#30HariMenulis
-Kesepuluh di sebelas-
“Dilihat dari alibi setiap orang dan tidak adanya bukti yang jelas, ini pasti dilakukan oleh orang luar. Mustahil salah satu dari kita yang melakukannya. Ahahahaha….”
-Kesepuluh di sebelas-
“Dilihat dari alibi setiap orang dan tidak adanya bukti yang jelas, ini pasti dilakukan oleh orang luar. Mustahil salah satu dari kita yang melakukannya. Ahahahaha….”
Seperti biasa, Detektif Mouri selalu mengemukakan
hipotesisnya dengan singkat, padat, dan tidak jelas. Aku heran, bagaimana orang
seperti dia bisa menjadi seterkenal sekarang. Benar-benar tidak masuk akal.
“Mustahil? Dari mana kau bisa menympulkan dengan semudah itu? Kurasa kita harus membuktikan terlebih dahulu alibi setiap orang, baru setelah itu kau bisa menyimpulkan sesuatu. Bisa saja kan ada yang bohong.”
Aku masih belum bisa terima tuduhan Profesor Moriarty tadi.
Empat puluh lima menit sebelumnya.
“Nooooooo! Kerjaan siapa ini?????”
Jeritan pilu Profesor Moriaty terdengar ke setiap sudut
ruangan, membangunkan semua penghuni rumah X yang baru bisa tidur lepas tengah
malam.
“Ada apa sih, Prof? Haduh... masih ngantuk, nih. Acara penutupan
kan masih lama.”
Detektif Mouri langsung protes, padahal dia yang paling
tidak berkepentingan disini. Kalau saja bukan karena Profesor Agasa berhalangan
hadir, aku tak perlu bertemu dan mendengarkan ocehannya sepanjang malam. Aku
masi bingung kenapa Profesor Agasa mengirimkan orang ini sebagai wakilnya ke
pertemuan ini, padahal sudah jelas bahwa ini adalah pertemuan terbatas untuk
ilmuwan dan professor terkenal dari semua bidang.Profesor Moriarty, walaupun dia cukup berpengaruh di dunia
kejahatan, tapi dia jauh lebih terkenal sebagai Matematikawan jenius. Profesor
Agasa yang berhalangan diundang karena penemuan-penemuan anehnya yang terkesan
tak berguna tapi memiliki nilai yang sangat tinggi. Lalu ada juga beberapa profesor
lainnya selain aku dan Ishigami, sahabatku sejak kuliah. Tunggu, ngomong-ngomong kemana Ishigami ya? Kenapa dia belum
juga terlihat?
“Aku disini,”
Orang yang kucari tiba-tiba saja muncul di sampingku. Sejak
kapan dia disana, dan bagaimana dia bisa mengerti apa yang kupikirkan?
“Kau jelas sekali sedang mencari seseorang, dan jika dilihat
dari jumlah peserta, hanya aku yang orang yang baru masuk. Aku tadi ke belakang
dulu, perutku sakit dari semalam.”
Penjelasan yang masuk akal. Ah, aku sampai lupa. Kenapa pagi
buta begini Prof Moriarty sudah membuat keributan.
“Pie Apelku. Siapa yang berani memakan Pie Apelku satu-satunya?
Aku sengaja menyimpannya sejak semalam agar bisa dijadikan sarapan. Tapi lihat
ini, tempatnya kosong sementara aku masih belum makan apapun!”
Apa? Kami semua memandangnya dengan takjub. Seorang Moriarty
membangunkan kami semua hanya karena sebuah Pie Apel?! Orang ini memang sudah
gila.
“Prof, Anda terlalu berlebihan. Aku pikir ada yang terbunuh.
Ternyata…”
Kali ini aku harus setuju dengan Mouri.
“Itu bukan Pie biasa! Aku membuatnya setelah melakukan
penelitian selama tujuh belas hari. Dan pagi ini, berdasarkan perhitunganku pagi
ini adalah waktu terbaik untuk memakannya.”
“Baiklah, aku mengerti. Lalu apa ada yang Anda curigai?”
“Kalian semua. Aku curiga pada kalian semua. Mata kalian
saat aku menunjukkan Pie-ku semalam terlihat sangat berbinar seakan ingin
melahapnya saat itu juga. Mengakulah!”
“Tunggu, Prof. Itu kan karena Anda memamerkannya
tepat sebelum makan malam disajikan. Jadi wajar saja, soalnya kami semua sedang
kelaparan.”
Aku tak terima kami dituduh tanpa alasan jelas seperti ini.
“Pokoknya akan kutemukan pelakunya dengan segala cara. Lihat
saja apa yang akan kulakukan padanya.”
Sekilas kulihat ada yang berubah pada raut wajah shigami.
Tapi aku tak yakin apa itu. Dia hanya seperti sedang menyembunyikan sesuatu. Mungkinkah.... Ah, apa yang kupikirkan. Tidak mungkin, Ishigami bukan orang seperti itu.
Profesor Moriarty dibantu oleh Mouri selanjutnya melakukan interogasi
dadakan pada kami semua. Tapi keterangan apa yang bisa kami berikan, sementara yang kami lakukan selepas acara semalam hanya tidur karena saking lelahnya?
“Diliihat dari alibi setiap orang dan tidak adanya bukti
yang jelas, ini pasti dilakukan oleh orang luar. Mustahil salah satu dari kita
yang melakukannya. Ahahahaha….”
Seperti biasa, Detektif Mouri selalu mengemukakan
hipotesisnya dengan singkat, padat, dan tidak jelas. Aku heran, bagaimana orang
seperti dia bisa menjadi seterkenal sekarang. Benar-benar tidak masuk akal.
“Mustahil? Dari mana kau bisa menympulkan dengan semudah
itu? Kurasa kita harus membuktikan terlebih dahulu alibi setiap orang, baru
setelah itu kau bisa menyimpulkan sesuatu. Bisa saja kan ada yang bohong.”
Aku masih belum bisa terima tuduhan Profesor Moriarty tadi.
“Saya setuju dengan Prof. Yukawa.”
Sebuah suara yang dari tadi hampir tak terdengar muncul dari
balik pintu. Lee Hyeon. Dia adalah seorang kriminolog terkenal yang sudah menjadi profesor di usia yang masih muda. Dia muncul dengan sebuah tablet di tangannya.
"Saya telah melakukan penyelidikan di sekeliling rumah dan tak menemukan ada tanda-tanda keberadaan orang luar sepanjang malam. Sebaliknya, saya menemukan sesuatu yang menarik dari hasil rekaman cctv di ruang tengah."
"Pak Ishigami, bisa Anda jelaskan apa yang Anda lakukan semalam di ruang tengah? Atau lebih tepatnya apa yang Anda lihat dari ruang tengah?"
Lee Hyeon menunjukkan pada kami semua rekaman yang berisi gambar Ishigami bertingkah aneh setelah semua orang tertidur. Wah, dia orang yang menarik. Sangat cepat dan to the point. Kenapa Mouri yang detektif tak memikirkan hal ini dari tadi, sih? Buang-buang waktu saja. Tapi Ishigami, aku tak yakin dia yang melakukan semuanya. Tak mungkin.
"Hei, Ishigami. Jadi kamu pelakunya? Berani-beraninya kamu ya!"
"Ishigami, bukan kamu kan pelakunya? Katakan pada kami semua apa yang kamu lihat? Siapa yang sudah menghabiskan Pie apelnya Prof. Moriarty?"
Ishigami diam seribu bahasa, tapi melihat ekspresi mengerikkan Prof Moriarty, akhirnya pertahanannya runtuh juga.
"Maafkan aku, Yukawa."
Apa? Mustahil.
Ishigami menoleh perlahan padaku.
"Kamu ngelindur lagi semalam, dan saat aku bangun kamu sudah menghabiskan semuanya. Aku bisa apa?"
Semua pandangan tertuju padaku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar