Sabtu, 04 Juni 2016

MIMPI

#30HariMenulis

-Keempat-

Rumah impian?
Mengapa kau bertanya padaku?
Tapi baiklah, akan kujawab.
Rumah impianku sederhana saja,
Hanya sebuah tempat yang bisa membuatku bebas melihat langit.

sumber: https://upload.wikimedia.org/wikipedia/commons/a/ac/View_of_Cliffs_of_Moher.jpg

Bukankah dia begitu ajaib? Siang maupun malam, dia tak pernah beranjak. Bahkan jika kita berlari dari ujung dunia hingga ujung satunya lagi, dia masih tetap saja ada. Tapi aneh, mengapa dia tak pernah membuatku bosan? Langit selalu disana, di tempat yang sama. Tapi mengapa aku selalu merindukannya? Dan kau tahu apa lagi yang ajaib dari langit? Entah aku menengadah ke atas, memandang lurus ke depan atau menengok ke bawah, dia tetap jadi latar yang mengagumkan.
Aku bisa hanya diam seharian hanya dengan memandanginya, sambil mendengar deretan lagu yang membuatku terhanyut. Ah ya! Bicara soal lagu, bukankah langit dan lagu seperti pasangan yang serasi? Mereka, sama-sama ajaib. Kau mengerti kan maksudku?

Entah sejak kapan aku mencintai langit, aku tak ingat. Sama halnya aku tak ingat lagu yang pertama kali kudengar, atau lagu apa yang tepat menggambarkan diriku. Mungkin Disguise-nya Lene Marlin karena aku selalu merasa bingung dengan wajahku sendiri? Ah tapi tidak, nanti kau kira wajah yang kutunjukkan padamu itu palsu, padalah aku tak pernah melakukan operasi plastik, aku hanya memakai make up tebal sesekali. Ya, sesekali. Aha.. kurasa lagu yang cocok untukku adalah It’s Okay-nya BtoB, lagu dengan melodi ajaib yang mereka bilang sebagai lagu penyembuh. Eeii… tapi aku bukan dokter atau perawat. Aku lebih mirip pasien nakal yang bersikeras bilang sudah sembuh agar tak lagi disuruh minum obat. Hmh… Aku menyerah. Aku tak tahu. Aku hanya orang aneh yang jauh lebih menikmati musik daripada lirik. Saking anehnya, aku pernah menjadikan lagu tentang impian sebagai soundtrack patah hati. Orang macam apa aku ini? Jika kau tahu lagu yang sama anehnya denganku, beri tahu aku, mungkin itu bisa menjadi laguku.

Aku jadi ingat lagu yang menjadi cinta pertamaku. Lagu yang sama yang membuatku jatuh cinta untuk pertama kalinya. Jatuh cinta pada mereka yang tak bisa kuraih, dan jatuh cinta padamu yang tak pernah kutemui. Aah… kurasa lagu ini juga yang membuatku jatuh cinta pada langit. Hei… Kenapa aku baru menyadarinya sekarang? Padahal lagu ini telah menemaniku lebih dari separuh umurku. Bukankah aku bodoh sekali? Tapi memang kenapa kalau aku sebodoh itu? Toh kecintaanku padanya tak pernah berkurang. Aku selalu kembali padanya, mendengarkannya, memimpikannya. Tentu saja sambil menatap langit.

And all my love, I'm holding on forever
Reaching for the love that seems so far.

So I say a little prayer
And hope my dreams will take me there
Where the skies are blue to see you once again, my love.
Over seas from coast to coast
To find the place I love the most
Where the fields are green to see you once again, my love.



Kau juga tahu lagu itu? Tentu saja kau harus. Aku memutarnya ribuan kali hanya agar kau mendengarnya. Ya, My Love. Tidak tidak, aku tidak sedang memanggilmu. Aku hanya menyebutkan judul lagu yang kunyanyikan barusan, My Love-nya Westlife. Lagu itu, bukankah dulu kita terlalu kecil untuk memahami artinya? Tapi sudahlah, lupakan saja. Terlalu banyak bicara membatku lelah. 

Sekarang biarkan aku yang bertanya padamu, pertanyaan yang kusimpan sedari dulu, pertanyaan yang hanya bisa kusampaikan lewat angin. Bisakah kita bertemu disana, di tempat yang sama seperti lagu itu? Disana, dengan langit dan lagu yang sama sebagai latarnya. Disana, ceritakanlah padaku tentang rumah impianmu, juga tentang lagumu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar