Rabu, 01 Juni 2016

CERMIN

-Pertama-

Buku terbaik. Untuk tulisan pertama ini jujur saja saya cukup bingung untuk memutuskan buku mana yang menjadi buku terbaik versi saya. Ada beberapa buku yang saya jadikan kandidat, seperti Sherlock Holmes yang hampir semua kisahnya tak pernah membuat saya bosan walau telah ratusan kali saya baca, atau Gone With The Wind yang endingnya benar-benar sesuai dengan judulnya, serta beberapa buku bertema psikologi yang selalu menarik perhatian saya. Tapi akhirnya pilihan saya jatuh pada buku dengan cover hitam yang menggambarkan suasana malam, sebuah buku yang berjudul Pantang Padam karya Mbak Yulia E.S.

Tepat dua tahun lalu, saya mendapat kepastian dari dokter tentang kondisi tulang belakang saya. Saat itulah saya mulai membaca tulisan-tulisan dari sesama skolioser dan bagaimana mereka menghadapi vonis yang cukup mengejutkan (tapi tidak mengejutkan) tersebut. Dari situ saya menemukan blog milik Mbak Yulia dan akhirnya tertarik untuk membaca bukunya. Selain itu, karena sekarang juga adalah bulan Juni yang merupakan bulan sadar skoliosis, rasanya tak salah jika saya memilih buku ini sebagai buku terbaik yang pernah saya baca. Sekalian kampanye. Hehe. Mungkin banyak yang masih merasa asing dengan skoliosis yang entah berapa kali muncul dalam tulisan saya ini. Intinya sih, skoliosis adalah kelainan tulang belakang dimana tulang melengkung ke samping membentuk huruf S atau C.

Pantang padam bercerita mengenai pengalaman penulis khususnya dalam berdamai dengan dua kelebihan yang dimilikinya, yaitu skoliosis dan MVP. Buku ini tidak hanya bercerita mengenai bagaimana penulis berjuang masa-masa sulitnya, akan tetapi bagaimana kita harus bangkit dari keterpurukan terlepas dari apapun kondisi kita. Memang banyak buku serupa, akan tetapi membaca buku dari seseorang yang memiliki pengalaman yang hampir sama tentu rasanya berbeda. Ada kalanya kesedihan, ketidaknyamanan, dan ketakutan mengambil alih perasaan kita. Manusiawi memang, tapi bagaimanapun juga kita tak boleh terlena, karena kelemahan terbesar bukanlah kondisi fisik, melainkan ada dalam pikiran kita (dan itulah bagian tesulitnya).

Dikemas dengan cukup ringan, buku ini juga berisi banyak informasi mengenai skoliosis dan MVP, sangat cocok bagi siapapun yang mungkin memiliki pengalaman yang sama, atau pembaca yang penuh rasa ingin tahu, dan tentunya siapapun yang mungkin sedang melupakan senyumnya di suatu tempat. Ah... Satu hal lagi yang tak pernah saya lupakan dari buku ini adalah kecintaan penulisnya terhadap alam, yang selalu membuat saya ingin pergi ke gunung dan berdiam diri, lalu pergi ke pantai dan berdiam diri lagi, menatap langit yang sebenarnya tak pernah pergi (Ok, sekarang saya fix ngelantur).

Membaca buku ini seakan menampar saya dan mengajak untuk bangun dan menoleh kembali, mengingat bagaimana dulu saya tersenyum dan menjalani hidup dengan ‘normal’ dan untuk menemukan mimpi-mimpi yang sempat saya lupakan. Saya jadi merasa punya teman yang mengerti apa yang saya alami, bahwa bukan saya yang berlebihan, bahwa saya tidaklah sendirian, dan untuk menyalakan kembali lilin semangat saya dan menjaganya agar tak lagi padam. Bukan hal yang mudah, tapi tak mustahil.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar