Selasa, 18 Agustus 2015

Ketika Hari Seperti Hari Ini

Apa yang spesial dari hari ini (saya nulis ini kemarin)? Jawabannya nggak ada selain saya harus nyasar-nyasar padahal cuma mau ke Antapani doank. Ini efek sok-sok-an gamau naik angkot dengan alesan males ngetem. Ha. Naik taksi sama naik ojek jauh lebih cepet naik ojek, dan tentunya lebih murah (Apalagi kalo saya bisa pake Gojek ya). Mamangnya ngerti yang saya mau.

Badan pegel sama sakit sih udah biasa, hampir tiap hari juga gitu. Apalagi udah seminggu ini bolak-balik bawa anak-anak (baca:bawa yang berat-berat). Resiko jadi skolioser. Apalagi udah lebih dari setahun ini rasanya tulang makin nggak bersahabat. Setelah (mungkin) seumur hidup saya udah biasa sama yang namanya pegel, sekarang malah diganti sama sama sakit yang lebih menusuk. Kalau dipikir-pikir, mungkin ini akumulasi dari pengabaian saya selama ini. Selama sekolah dulu, saya dengan cueknya ikut paskib padahal mah selain kurang tingagi, rasanya capek banget. Mungkin saya dulu terlalu cinta sama lapangan upacara. Hahaha. Tapi paling paling menyiksa itu kalo udah ikut latihan padus langsung di lapang. Kita Cuma berdiri panas-panasan sambil nyanyi. Bayangkan berapa puluh kali saya rasanya pengen jongkok tiap latihan. Hasilnya, biasanya pas hari-H begitu beres nyanyi saya ikut neduh bareng anak PMR. Ckckck... Beda sama kalo lagi tugas di depan, mau sakit mau pegel harus tahan, konsentrasi sama tugas. Malu kalo keliatan salah. Nah, udah gitu saya juga biasa angkat barang-barang berat, mungkin mau pamer dan sok kuat kali ya. Bahkan sempet juga naik tangga sambil bawa gallon yang masih baru. Wow banget. Tapi ternyata, setelah konsultasi sama dokter, hasilnya....

“Dilarang ngangkat yang berat-berat!“ Atuhda Dok kalo kepaksa mau gimana lagi kan  yah?

"Posisi duduk harus gini, tidur miring kesini," Aaaargh, mana saya inget, Dok? (peace....)

Gimana rasa nya jadi skolioser? Awalnya syok. Padahal jauh sebelum memeriksakan diri, saya sudah menyadari kemungkinan itu. Ummmm saya sih nggak nyesel ataupun malu jadi seorang skolioser. Mau gimana lagi, udah bentukan dari sananya gitu. Well, nggak ada  manusia yang sempurna kok. Tapi ya, tapi. Bilang seikhlas apapun, tetep aja ada hari dimana saya merasa lemah. Seringkali kalo sakitnya dateng suka bikin nggak kobe, alias terpampang nyata pada muka (widiiih). Tetep sedih sih kadang. Walaupun pengennya biasa aja, tapi namanya perasaan nggak bisa dikontrol.  Apalagi sekarang rasanya suka kayak ditusuk dari depan belakang gara-gara my unidentified pain yang juga masih suka kambuh.

Kadang kalo udah kayak gini suka bingung sendiri, maunya apa atuh punggung saya tercinta ini? Mau ke dokter? Kan udah diperiksa. Kemungkinan sih, kemungkinan ya, dikasi obat penahan rasa sakit, ditanya renangnya lancar nggak? Jadi mau pake brace?  Apa lagi?
Pertama, Obat-obatan…. Tidakkkk. Cukup cukup. Saya nggak mau lagi ketergantungan dokter dan obat. Toh nggak ada pengaruhnya juga.
Renang? Belum menu tempat yang cocok dan cukup deket. Plus, saya males. Hihihi.
Gugulantungan? Saya cuma kuat dua detik.
Brace? Ayolah, masa pertumbuhan saya udah lewat. Selain itu brace bukanlah alat penyembuh, malah pada beberapa kasus ada yang derajatnya makin bertambah. Dan yang paling penting, buat saya brace itu masih kemahalan. Mending uangnya saya pake usaha atau liburan aja. Hehehe.
Pengen nyoba chiropraktik  sih tapi berhubung saya baru ke Bandung lagi dan belum ada waktu, jadi ditunda dulu hingga waktu yang tidak ditentukan.
Dih, banyak amat alesan!
Intinya? Yaudah jangan ngeluh, apalagi kamu tahu semua pilihan solusinya, tinggal pilih. Kalo ternyata nggak ada yang bisa dipilih itumah wayahna.

Apa saya nyesel ketemu dokter? Nggak. Sama sekali nggak. Karena akhirnya ada yang ngerti kondisi saya, ada yang bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan saya, ada yang memberi saya masukan, sehingga sekarang saya bisa lebih menjaga kondisi sendiri. Walaupun sampai sekarang saya masih belum terbiasa. Makanya, ketika hari seperti hari ini datang, saya jauh lebih melankolis dibanding hari biasa. Bingung, sedih, sakit, semua tercampur rata. Ah, kadang saya kangen sama diri saya yang dulu, dimana masih ada banyak hal yang nggak saya takuti dibanding sekarang. Saya yang walaupun pegel sepanjang hari dan kebingungan tetep merasa nggak punya beban. Saat saya selalu merasa kuat walaupun kadang mengeluh. Saya ingin kembali ke hari-hari itu. Tapi mulai sekarang setiap saat kita hanya bisa melangkah ke depan, tanpa punya kesempatan untuk ke belakang. Hanya saja, kita bisa menentukan seperti apa kita nanti. Menjadi lebih kuat, atau terpuruk kembali.

Di hari seperti hari ini, saya bersyukur saya tidak pernah menyesali karunia ini.

Selasa, 11 Agustus 2015

Izinkan Aku Menangis

Entah sejak kapan aku tak lagi menangis. Ya, aku mengeluarkan air mata,tapi mereka tak serta merta membawa semua perasaan yang tersimpan di dalamnya. Entah sejak kapan aku tak lagi menangis, tersedu sedan hingga lelah sendiri. Bahkan saat di hari yang masih terekam jelas itupun, aku hanya menyeka beberapa bulir air seperti hari-hari lainnya.

Tidak, aku tak sedih atas apapun yang telah terjadi Aaku bahagia dan sering tertawa. Walau aku tak tahu semua itu topeng ataukah nyata. Aku menikmati setiap senyum  yang terlukis di wajahku.

Aku, tak lagi menangis. Kau tahu kenapa? Karena aku membencinya. Aku benci jika ada yang melihat tangisanku. Lalu satu per satu mereka akan salah paham. Walaupun bisa jadi pikiran mereka benar.. Ya, seperti itulah aku. Aku, tak lagi menangis. Sejak tak ada lagi tempat yang cukup lapang untukku menikmati kesendirian.

Sebab itu aku menangis. Lagi dan lagi tanpa ada habis. Sebab itu aku menangis. Bahkan saat tertawa pun aku memangis. Aku menangis dan tak bisa berhenti.


Maka izinkanlah aku menangis. Sekali saja hingga air mataku mengering. Sekali saja hingga aku lelah. Jangan tanyakan mengapa karena aku pun tak tahu. Jangan memintaku berhenti karena aku tak mau. Jangan memintaku tegar karena aku tak tahu batasannya. Hanya, tolong biarkan aku menangis. agar aku tak perlu lagi menangis.

Sabtu, 08 Agustus 2015

I Remember You, Hyung.

Ki Brothers
Kenapa postingan ini saya beri beri judul I Remember You, Hyung padahal saya kan perempuan? Harusnya Oppa donk. Tentunya ini bukan tanpa alasan karena saya memang sedang mengingat Hyung dari Pinocchio. Ada yang masih ingat?

Beberapa bulan yang lalu ada satu drama yang benar-benar saya sukai. Ceritanya menarik, real, dan nggak terasa lebay. Judulnya Pinocchio. Bahkan drama tersebut sempat ditayangkan di salah satu stasiun televisi kita. Nah bagi yang pernah nonton pasti tahu tokoh Ki Jae Myung, kakaknya Ki Ha Myung/Choi Dal Po. Saya tidak yahu dengan orang lain, tapi bagi saya cara Ha Myung memanggil 'Hyung' pada kakaknya sangat menyayat hati sampai-sampai saya dan banyak fans wanita lain di luar sana ikut-ikutan manggil Jae Myung dengan sebutan 'hyung'. Kalau inget kisah mereka saya suka jadi sedih. Saat akan beranjak remaja, mereka harus terpisah dan kehilangan kedua orang tua sekaligus karena suatu konspirasi yang melibatkan media. Padahal keliarga mereka hanya keluarga sederhana biasa. Bahkan saat itu bisa dibilang seluruh masyarakat memusuhi keluarga mereka. Media memang luar biasa pengaruhnya. Akibat kejadian itu, ibu mereka mengajak Ha Myung untuk bunuh diri bersama dengan terjun ke laut. Beruntung Ha Myung selamat dan diasuh oleh kakeknya In Ha walaupun harus berganti identitas dan berpura-pura bodoh, padahal aslinya dia pinter banget. Dia sengaja tidak mencari keberadaan kakaknya karena mengira di malam kejadian itu kakaknya pergi meninggalkannya dan sang ibu. Padahal kenyataannya saat itu Jae Myung ditahan di kantor polisi akibat hampir menyerang reporter yang mencoba memutar-balikkan fakta, yaitu ibunya In Ha.
Jadilah Ha Myung hidup sebagai Choi Dal Po dan berpura-pura hilang ingatan sementara Jae Myung tumbuh mengira dirinya sebatang kara.  Takdir semakin pahit ketika kedua kakak beradik itu tumbuh dewasa. Jae Myung yang kesepian menemukan kesempatan untuk membalaskan dendamnya pada orang-orang yang menyebabkan keluarganya hancur. Ya, dia berhasil membunuh tiga orang diantaranya. Krrrr. Sementara Ha Myung berakhir menjadi seorang jurnalis, pekerjaan yang paling dibencinya. Tugas besar pertamanya adalah mengungkap pembunuhan yang dilakukan oleh kakaknya. Takdir kadang seperti itu.
Momen saat mereka berdua sudah saling mengetahui identitas masing-masing benar-benar manis sekaligus memilukan. Mereka hanya punya sedikit waktu untuk bersama dan menjelaskan kesalahpahaman. Tapi walaupun sebentar, setiap momen terasa berharga. Saya paling suka adegan saat Hyung dijemput setelah menyerahkan diri lewat televisi. Ha Myung menunggunya di luar gedung lalu mereka berpelukan, seakan tak rela berpisah. Hyung benar-benar terlihat gentle dan tangisan Ha Myung melelehkan hati saya. Sampai berbulan-bilan kemudian mereka masih jadi pasangan favorit saya. Haha. In Ha-ya, mian... padahal Choi In Ha adalah karakter Park Shin Hye yang paling saya suka, tapi saya lebih suka Hyung. Chemistry antata Lee Jong Suk yang berperan sebagai Ha Myung dan Yoon Kyun Sang sebagai Jae Myung benar-benar top deh. Ga heran nama YKS jadi melambung setelah perannya jadi hyung disini. Creepy tapi hangat. Kalo LJS sih emang udah populer. Hihi...
Lee Brothers
Pasangan bromance kedua yang nggak kalah bikin sakit hati adalah Lee Hyun alias David Lee (Seo In Guk) dan Lee Min alias Jeong Seon Ho (Park Bo Gum) dari I Remember You. Sama seperti Jae Myung-Ha Myung, Hyun dan Min adalah saudara yang terpisah. Kehidupan mereka bisa dibilang tidak terlalu normal sejak awal. Ayah mereka bekerja untuk kepolisian sedangkan bagaimana kematian ibu mereka masih belum jelas, karena kita belum mencapai akhir cerita. Hyun adalah anak yang sangat baik, berbakti, rajin, sangat menyayangi dan selalu menjaga adiknya. Sayang sang ayah malah menganggapnya monster yang mungkin dapat membahayakan banyak orang nantinya. Sementara Min, dia anak yang sekilas tampak normal dan riang tapi justru sebenarnya cenderung sadis dan obsesif terhadap kakaknya. Setelah ayah mereka dibunuh oleh Lee Jun Young, Min tanpa sengaja masuk ke dalam mobil LJY saat hendak bersembunyi, namun sayang sang psikopat LJY malah memanfaatkan kesempatan dan membawanya pergi sambil berpikir bahwa itu adalah hal terbaik untuk kedua kakak-beradik Lee. Min yang memang punya bakat psikopat tumbuh di bawah asuhan LJY yang memang psikopat dengan berpikir bahwa kakaknya telah menelantarkannya. Sementara Hyun tumbuh di bawah asuhan rekan kerja ayahnya kehilangan sebagian ingayannya dan menjadi orang yang cukup anti-sosial bahkan pada awal-awal episode terlihat bahwa dia juga punya kecenderungan ke arah psikopat. 
Mereka berdua punya karir yang cemerlang, sama-sama pintar, sama-sama menakutkan. Melalui ibu angkatnya, Hyun terus mencari keberadaan Min, dan tanpa dia tahu sang ibu angkat yidak pernah benar-benar mencarinya, padahal selama ini Min diam-diam selalu mengawasinya dan memberikan petunjuk tentang keberadaannya. Min benar-benar menjadi seorang psikopat yang telah membunuh banyak orang. Tentu saja dia tidak merasa bersalah karena dalam pikirannya dia membunuh orang-orang yang sama seperti  Hyun, yang menelantarkan orang lain dan memang pantas mati. Meskipun begitu, dalam hati kecilnya dia sangat merindukan kakaknya, orang yang paling dicintainya. Saat Hyun akhirnya menetap di Korea, dia selalu menampakkan diri di hadapannya. Tapi sayang, Hyun sama sekali tak pernah mengenalinya dan malah bersikap acuh. Ah... my heart was broken.
Tentu saja akhirnya Hyun sadar dan mengetahui kebenarannya. Momen dimana mereka bertemu kembali sebagai kakak-adik setelah sekian lama benar-benar menyesakkan. Adik yang selama ini dirindukannya ternyata ada di dekatnya, mengawasinya, merasa terkhianati, dan sebagai akibatnya adalah dia kemungkinan besar yelah membunuh banyak orang. Belum lagi kenyataan bahwa Hyun sendirilah yang mungkin membuat LJY membawa adiknya, dan hal itu terkubur dalam ingatannya. Ah... sakit sakit sakit rasanya lihat mereka berdua nangis kayak gitu. Ok sekarang mereka emang mulai tinggal bersama lagi, berbagi momen manis lagi, tapi apa uang akan terjadi dua episode ke depan? Min yang tak dapat diubah sekaligus, hukuman apa yang menantinya, apa salah seorang diantara mereka harus ada yang dikorbankan... ah karena drama ini sangat cantik jadi saya nggak bisa nebak akhir mana yang akan dipilih oleh penulis. Saya sih akan dengan senang hati jika endingnya seperti jisah Jae Myung-Ha Myung dimana Jae Myung menyerahkan diri dan dipenjara tapi dia tetap bisa berhubungan dengan adiknya. Walaupun yah tetep aja sakit kalo liat mereka berdua. Tapi setidaknya mereka bisa bersama walaupun tidak benar-benar bersama. Jadi opsi pertama yang saya pilih adalah Min dipenjara atau menerima perawatan di rumah sakit jiwa tapi Hyun selalu rutin mengunjunginya. Hal terburuknya bisa saja salah satu dari merea mati, atau mungkin dua-duanya. Banyak yang beranggapan bahwa Min mungkin akan terbunuh, mungkin saat berkonfrontasi dengan LJY atau bahkan oleh Hyun (Ah tapi itu terlalu jahat). Saya sendiri jika harus memilih, akan lebih baik jika Hyun saja yang terbunuh mungkin saat menyelamatkan Min atau tak sengaja tertembak LJY mungkin. Lalu Min tetap dipenjara atau dirawat dan Ji An yang selalu mengunjunginya, menggantikan kakaknya. Kenapa saya mengorbankan Hyun? Saya juga nggak mau tapi dengan begitu kita nggak akan melihat Hyun suffering dari kematian adiknya dan mungkin saja, mungkin, hati Min akan sedikit tergerak dan menghilangkan hasratnya membunuh orang. Tapi ya dengan catatan LJY juga mati. Ah saya nggak kepikiran kalo mungkin Min malah akan semakin menjadi-jadi kalau ceritanya seperti itu.
Kita percayakan saja sama penulisnya mau diapain kakak-adik ini. Saya sendiri sih mulai percaya sama Min selama Hyun selalu mengawasi. Contohnya aja walaupun dia pernah mencoba nyakitin Ji An tapi dia sendiri yang memutuskan untuk nyelametin Ji An. Lalu saat kasus penelantaran anak sesaat sebelum Hyun tahu tentang identitasnya, harusnya dia membunuh kedua orangtua asuh anak tersebut tapi Min membatalkannya padahal dia sudah berangkat dengan kostumnya. Bukankah itu artinya Min ada kemungkinan untuk dikendalikan? Walaupun yah di episode kemarin sisi creepynya muncul lagi saat dia ngasih pendapat tentang kematian ibu angkat Hyun, dan scene terakhirnya sama Ji An asli bikin merinding. Minggu depan jawabannya keluar. Cuma bisa nunggu.

Nah itulah dua bromance kesayangan saya. Ada beberapa poin yang sama dari kisah mereka:
  1. Mereka sama-sama kakak-adik yang saling menyayangi, satu menjaga yang lainnya.
  2. Sama-sama kehilangan orang tua
  3. Sama-sama hidup terpisah dan sang kakak clueless terhadap keberadaan adiknya
  4. Sang adik sama-sama merasa dibuang lalu ganti identitas. 
  5. Sang adik yang menemukan kakaknya terlebih dahulu  tapi tetap merahasiakan identitas mereka.
  6. Salah seorang diantara mereka menjadi pembunuh dan membunuh lebih dari satu orang. Alasannya hampir sama, sakit hati. Jae Myung membunuh tiga orang dan Min entah berapa orang.

Dan mungkin nanti Hyun juga lah yang akan mengantarkan Min ke balik jeruji besi, seperti saat Ha Myung yang mengungkap kejahatan Jae Myung. Hm.... tapi yang jelas mereka sama-sama punya chemistry yang kuat. Bromancenya beuhhhh.
Siapa yang paling saya suka? Yang paling nyesek? Saya nggak bisa milih. Saya SUKA mereka berempat pokoknya mah. Akting mereka keren lah pokoknya. Yoon Kyun Sang, saya suka dia di Faith tapi nggak cukup berkesan sampai saya ingat terus. Tapi di Pinocchio, tatapannya saat berhadapan sama musuh, kemarahannya, dapet banget. Di sisi lain tatapannya sama Ha Myung bener-bener hangat. Lee Jong Suk saat jadi Dal Po yang konyol tapi memendam rasa sakit te o pe lah, saat dia harus mengungkap rahasia kakaknya, kmtatapan kecewa, rindu, merasa bersalah, komplit. Seo In Guk, saya kenal dia sebagai penyanyi. Dari semua proyek aktingnya yang saya tonton, ini yang terbaik. Dia benar-benar jadi Lee Hyun, bahkan sampai ke gestur yang kecil sekalipun. Park Bo Gum, aaaiii apalagi Bogum Bogum yang emang baru saya kenal. Awalnya saya pikir dia terlalu muda buat jadi pengacara sukses, tapi ternyata meeeka nggak salah pilih. Saatnya creepy dia asli nyeremin, misterius, cerdas, innocent, kesepian, manis, saya nggak nyangka aja bisa suka sama dia dan perannya disini. Saya bakal selalu inget kalian, para hyung, para dongsaeng.

Kamis, 06 Agustus 2015

Sewa Tenda oh Sewa Tenda....

Baru saya saya chatting dengan salah seorang sahabat, melanjutkan obrolan ngalor-ngidul yang kemarin sempat terpotong. Dari topik yang satu ke topik yang lain, tidak jelas batas pemisahnya, sampai akhirnya kami tiba pada masalah bisnis jasa. Kebetulan sahabat saya yang satu itu keluarganya juga memiliki bisnis serupa. Saya curhat mengenai ketidakpuasan saya terhadap salah satu penyedia jasa yang baru-baru ini kami pakai. Tapi tentunya tidak mungkin juga saya meluapkan semuanya sama dia, lha yang mau saya komplain kan bukan dia hehe.
Lalu apa saya bisa komplain kepada yang punya usaha tersebut?  Bisa saja, tapi untungnya semua telah diselesaikan oleh ibu saya, karena jika saya ikut kesana mungkin bakat pemarah saya yang terpendam bisa keluar tiba-tiba. Lalu kenapa saya masih menulis disini? Mh, mungkin saya hanya ingin mengeluarkan apa yang masih mengganjal di hati, sekaligus agar bisa menjadi pengingat untuk ke depannya agar lebih berhati-hati.
Jadi ceritanya bermula ketika keluarga kami akan mengadakan syukuran. Bisa dibilang ini acara cukup besar pertama di rumah, sehingga banyak hal yang masih belum terbayang dan disitulah peran para tetua dalam memberi masukan. Setelah waktu dan format acara siap, yang tersisa tinggal teknisnya. Nah, disinilah masalah dimulai.
Suatu hari, ibu saya tanpa ba bi bu pergi ke tempat penyewaan tenda terdekat dari rumah.Saat itu perasaan saya sudah tidak enak tapi saya biarkan saja karena sepertinya memang beliau tidak berniat untuk mendatangi tempat lain.
H-2 tenda sudah terpasang rapi di halaman rumah. Ok sampai saat ini belum ada masalah. Kami pun sibuk menyiapkan konsumsi mulai dari belanja dari dini hari, potong ini-itu, siapkan bumbu bla bla bla... butuh lebih dari dua hari untuk menyiapkan semuanya, dan bahkan sampai hari-H masakan baru selesai. Tapi itu biasa terjaddi, karena makanan yang disajikan memang harus fresh bukan? Lalu dimana masalah utamanya?
Sore hari pada H-1, kursi, meja prasmanan dan peralatan masak lainnya sampai di rumah. Saya tidak terlalu memperhatikan karena memang di dapur masih cukup sibuk. Kami, termasuk yang menerima barang di depan percaya saja pada mereka dan tidak memeriksa kondisi barang secara detil. Begitu pun pegawai tempat tersebut, setelah menyimpan barang di depan langsung pergi tanpa ba bi bu. Kami sebenarnya kaget melihat kondisi meja untuk prasmanan yang sudah tidak layak. Tapi karena akan diberi taplak kami pikir mungkin tidak akan terlihat. Lalu dimana taplaknya, saya menemukan salah satu diantaranya ada di kolong meja dalam kondisi sangat kotor dan kucel. Kami semua kaget, apalagi tidak ada waktu untuk mencucinya dulu. Lalu datanglah salah seorang pegawai tempat tersebut yang juga terlihat bingung, lalu menyarankan untuk membawa dan mencucinya. Ketika kami meminta untuk mengganti saja semuanya pegawai itu mengatakan tidak punya stok! Bayangkan, tempat penyewaan tenda yang sudah beroperasi bertahun-tahun hanya punya satu set taplak dan itu pun tidak pernah dicuci? Hmh... lalu saat saya bertanya tentang paku payung, itu pun tidak disediakan. Jangan ditanya apakah ada pegawai yang membantu memasangkannya, karena jawabannya tidak. Akhirnya satu taplak yang paling kucel itu dibawa untuk (katanya) dicuci, dan baik pegawai maupun taplaknya tak pernah kembali. Kami akhirnya menemukan kain yang ditumpuk dengan taplak lainnya  dan berwarna sama untuk digunakan sebagai pengganti taplak. Tak ada taplak apapun jadi.  
Sehabis magrib ketika sudah tidak ada lagi yang bisa saya kerjakan saya memiliki kesempatan untuk mengecek peralatan makan. Saat itu saya sudah heran melihat piring yang diletakkan paling atas kondisinya sangat sangat sangat kotor. Its a bad sign. Again. Saya lihat sendoknya juga tak kalah mengerikkan. Alamat harus dicuci semua inimah. Sambil mencuci, saya hitung jumlahnya tak sampai pada angka yang kami pesan, kurangnya lebih dari 50 buah, belum lagi yang tak layak pakai hampir 30 buah. Beralih ke piring yang juga ternyata sama saja. Kondisinya banyak yang kotor, urangnya lebih dari 50 dan hampir 30 buah sudah tidak layak, belum ditambah bentuk dan warnanya yang tidak seragam. Rasanya saat itu juga saya ingin bertemu dengan pemiliknya dan mengcancel semua pesanan. Bayangkan saja setelah lelah seharian, ketika saatnya istirahat, ketika yang lain masih sibuk memasak, acara cuci-mencuci dan lap'mengelap piring dkknya baru selesai jam 3 dini hari! Coba kalau kami tidak cek dulu, tidak hitung dulu semua mungkin para tamu harus menggunakan kertas nasi tanpa alas. 
Masalah lain timbul setelah acara selesai dan kursi-kursi mulai diangkut kembali. Para pegawai tersebut protes karena jumlahnya kurang. Awalnya mereka bilang tujuh, lalu setelah dihitung ulang mereka mengatakan kurang dua belas. Kemana kursiny? Apa dipikir kami menyembunyikannya untuk dipakai di rumah? Atau tamu ada yang iseng membawa pulang? Kursi yang bahkan sudah terlihat usianya itu? Untuk apa? Bahkan kursi-kursi milik mereka tidak ada satu pun yang keluar dari pagar rumah. Ok ini salah kami karena saat kursi datang kami hanya percaya tanpa menghitungnya seperti yang kami lakukan pada piring dan sendok yang malang. Ketika saya menyinggung masalah itu barulah mereka mengakui mungkin anak-anak yang membereskannyalah menghitung kemarin. Jadi bukan kalian yang mengawasi? Yang menghitung? Bahkan ternyata sejak awal mereka sadar bahwa alat makan yang mereka kirim jumlahnya kurang. Kenapa tidak bilang dari awal? Apa jika kami tidak menghitung dan tidak menyinggungnya kalian akan diam saja? Lalu kami membayar untuk apa? Itulah yang ada dalam pikiran saya saat itu. Bahkan mereka masih bisa menawarkan untuk menyampaikan uang sewanya melalui mereka. Iya biasanya begitu, kalau saja semua sesuai kontrak. Tapi tunggu dulu, kami harus bertemu secara langsung dengan pemiliknya dan minta penjelasan. Enak saja. 
Keesokan harinya ibu saya yang pergi untuk melunasi pembayaran sekaligus komplain. Walaupun saya yakin ibu saya akan bicara dengan jauh lebih lembut dan tak tampak seperti komplain. Benar saja, kami mendapat potongan harga, hanya untuk barang yang tidak ada. Untuk alat makan yang jumlahnya puluhan yang tidak layak iti tetap harus kami bayar, untuk yemat buah yang tidak ada atapnya itu teyap hatus kami bayar. Full. Beliau katanya sudah meminta pegawainya untuk menyampaikan bahwa alat makannya kurang, tapi kami tidak menerima pemberitahuan apapun. Beliau juga mengatakan bahwa kain yang bersama denhan taplak itu sebenarnya untuk rak buah, tapi orang yang biasa memasangkannya sudah lama tidak ada, tapi kami tidak diberi tahu sebelumnya. Masalahnya bukan pada harga yang hanya dikurang beberapa persen(karena barangnya memang tidak ada), tapi pada pelayanan yang sangat mengecewakan. Mengapa saat kami memesan beliau tidak mengecek dulu barang dan hanya menyanggupi semuanya? Mengapa yang diperlihatkan hanya yang bagus sementara yang datang tak semuanya seperti itu? Mengapa harus menunggu kami komplain baru mengaku? Kalau memang tidak sanggup kan bisa bilang sanggupnya berapa, bisa bilang bahwa tidak ada yang bisa memasang ini itunya, jelaskan saja biar kami kerjakan sendiri, tapi setidaknya semua pasti. Kalau seperti itu ceritanya sih saya jamin tidak akan ada yang berani kesana dua kali. Bahkan yang sudah kesana pun akan merekomendasikan orang lain untuk ke tempat yang lain saja. Iya kan?
Setidaknya ada beberapa pelajatan yang bisa saya ambil dari kejadian ini:

  1. Saat memilih tempat penyewaan sebaiknya pilih yang banyak direkomendasikan orang lain. Sebaiknya survey ke lebih dari satu tempat jika memang ada waktu.
  2. Saat survey, kalau bisa kita mengecek semua barang yang akan dipakai, biar saja disebut ribet daripada kena zonk.
  3. Saat penyerahterimaan barang, cek kembali jumlah dan kondisinya di hadapan pihak yang menyewakan agar kedua belah pihak merasa nyaman.
  4. Hal ini berlaku pula dalam memilih katering atau yang lainnya.

Semoga tidak ada yang mengalami nasib serupa seperti kami. ^^

Bukan Tukang Masak (Part 7): Janhagel





Kue lagi? Kenapa saya posting resep lagi ya? Ha... Tapi saya memang belum mood buat posting yang lain, dan lagi ini adalah kue paling laris manis selama lebaran sampai acara syukuran kemarin padahal saya sempet nggak yakin orang-orang akan suka, tapi nyatanya sekarang malah habis duluan, Alhamdulillah... dan untungnya masih ada yang beberapa potong buat difoto :D

Bahan-bahan:
  • 150 gr margarin
  • 225 gr tepung terigu
  • 50 gr gula halus
  • 1 sdt spekuk, bisa diperoleh di toko bahan kue atau swalayan
  • 1 kuning telur untuk olesan
  • 60 gr kacang mede goreng/sangrai yang telah ditumbuk untuk taburan
  • 2-3 sdm gula pasir untuk taburan
  • Margarin dan tepung terigu secukupnya untuk melapisi loyang

Cara membuat:

  1. Siapkan loyang uk 50×50 cm. Olesi dengan margarin dan taburi dengan terigu secukupnya agar adonan tidak lengket.
  2. Siapkan wadah, masukkan margarin, tepung terigu, gula halus dan spekuk. Aduk dengan menggunakan ujung jari hingga rata.
  3. Letakkan adonan di atas loyang, ratakan hingga tebalnya sekitar 3mm.
  4. Olesi adonan dengan kuning telur, lalu beri taburan gula pasir dan kacang mede.
  5. Panggang dalam oven hingga stengah matang sekitar 15-20 menit, keluarkan lalu potong dengan uk 2×4,5 cm.
  6. Panggang kembali kue hingga matang, sekitar 10 menitan. Angkat. Biarkan kue sampai agak dingin baru keluarkan dari loyang.
Catatan:
  • Saat menggunakan margarin jangan dikocok terlebih dahulu, karena kita tidak perlu membuat kuenya terlalu mengembang.
  • Saat mencampur adonan, lakukan secara perlahan dengan menggunakan ujung jari, jangan mencampur terlalu keras.
  • Banyaknya spekuk yang digunakan bisa disesuaikan dengan selera. Saat baru matang, aroma kayu manisnya akan lebih kuat tapi lama-kelamaan akan sedikit memudar.
  • Untuk taburan, jenis kacang bisa diganti dengan kacang tanah atau almond. Jika menggunakan almond atau mede yang disangrai, kita bisa memotongnya menjadi kepingan-kepingan tipis sehingga bentuknya lebih cantik.
  • Saat memotong biasanya saya menggunakan bentuk penggaris itu sendiri untuk menentukan lebarnya agar lebih mudah. Nah, dipotongnya di atas loyangnya langsung ya, nggak usah dikeluarin dulu, nanti malah hancur :D
Selamat mencoba ^^