Bagi sebagian orang mungkin sudah mengenal istilah skoliosis, walaupun katanya lebih banyak yang belum mengenalnya. Bagi yang suka googling, pengertian skoliosis dapat ditemukan dengan mudah, saya disini tidak akan membahasnya terlalu rinci, intinya sih kelainan pada tulang belakang, dimana tulang belakang yang normal jika dilihat dari belakang akan berbentuk lurus, maka pada skoliser bentuk tulangnya bengkok membentuk huruf S atau C. Terdengar simpel? Yang jelas itu bukan sesuatu yang menyenangkan.
Cerita dimulai...
"ini rok yang kanan kok naik terus ya kalo dipake?"
Itu adalah pertama kalinya saya mulai menyadari ada yang aneh dengan tubuh saya. Rok. Ketika SMA (seingat saya, mungkin juga sejak SMP) saya suka merasa stres dengan apa yang saya kenakan, maklum namanya juga masa puber, apalagi SD sampai SMA bajunya selalu dimasukkan ke dalam, otomatis bentuk pinggang kita terlihat. Hampir tidak pernah menjahit seragam, saya selalu membeli seragam yang sudah jadi,rok berbentuk span yang selalu berkaret. Setiap hari rok seperti itu yang saya pakai, dan setiap hari pula sambil berkaca saya berpikir apa orang lain juga sama seperti saya? apa ini normal? tapi ya sudahlah, dan acara menarik pinggiran rok sebelah kanan agar turun sedikit pun menjadi kebiasaan. Kelas tiga SMA akhirnya saya punya rok hasil jahitan tukang jahit dekat rumah, dengan pinggang tanpa karet dan ukuran agak lebar (dipakai di bawah pinggang) biar kayak anak gaul gitu, hehe. di satu sisi saya merasa jauh lebih cantik, tapi lama kelamaan tetap saja, bagian kanan akan naik dengan perlahan jika saya tak benar-benar memperhatikannya.
Lama kelamaan, bukan sekedar masalah pakaian, tapi saya juga mulai sering merasa sakit punggung sebelah. Awalnya saya pikir itu mungkin karena saya banyak bekerja dengan tangan kanan, atau salah tidur. Tapi kenapa ga sembuh-sembuh? Bahkan tiap dipijat saya selalu pesan agar punggung kanan saya diberi perhatian khusus karena saking seringnya sakit. Hasilnya? Nihil. Puncaknya adalah ketika saya pindahan dan naik-turun tangga ngangkat (banyak) yang berat-berat. Awalnya yang terasa sakit adalah kaki, tapi alhamdulillah setelah dipijat di tempat langganan dan sering dipakai jalan, penyembuhannya hanya perlu beberapa hari. Masalah besarnya baru muncul beberapa saat setelahnya, dimana punggung saya yang sering terasa sakit tiba-tiba sakitnya tak tertahankan. Tidur sakit, duduk sakit, berjalan pun sama. Sakitnya jauh lebih dahsyat dibanding biasanya. Sehari-dua hari, seminggu-dua minggu sampai hampir sebulan mungkin saya diamkan, karena tadinya saya pikir akan sembuh dengan sendirinya, tentu saja ditambah bantuan pijat (lagi-lagi). Tepat ketika saya memutuskan untuk pergi ke dokter, rasa sakitnya mulai reda alhasil niat itupun saya batalkan.
Sejak 2-3 tahun lalu sebenarnya saya sudah sering googling mengenai masalah nyeri punggung, sampai akhirnya menemukan istilah skoliosis. Curiga? Ya. Saya jadi ingat dengan bentuk tubuh saya yang sering mengganggu pikiran. Pernah saya bertanya pada seorang teman, bagaimana punggung saya tampak sari belakang, bagaimana ketika saya sedang ruku, tapi jawabannya biasa saja. Saya sedikit lega, tapi tidak percaya begitu saja, karena meskipun saya tidak dapat melihat punggung sendiri, perasaan aneh itu selalu saja menghantui. Ditambah lagi kenyataan rok yang tadi dan bentuk pinggang yang asimetris, yang awalnya saya anggap sebagai gemuk sebelah. Konyol, bukan? Sejak saat itu sering terbersit dalam pikiran saya untuk mendatangi dokter orthopedi, tapi tak pernah saya lakukan.
Akhirnya sebulan yang lalu, tepatnya beberapa minggu setelah sakit dahsyat itu reda, saya putuskan untuk menemui dokter orthopedi. Akan tetapi, setelah mencari informasi mengenai dokter spesialis tersebut di kota saya, orang-orang terdekat malah menawarkan untuk pergi ke dokter lain, langganan keluarga, yang (katanya) dokter tulang juga walaupun setahu saya yang spesialis orthopedi di kota saya cuma satu, yang tempat prakteknya belum saya ketahui. Dasar ga sabaran, pergilah saya ke dokter tersebut dengan keluhan sakit punggung, sudah lama. Disana saya diberi treatment dengan (entah alat apa namanya) diberi panas, gel, dan sebagainya yang semuanya saya rasa untuk otot. Ongkosnya cukup mahal, mungkin karena alat-alat tadi. Diagnosisnya? Masalah otot, jika tak kunjung sembuh silakan datang lagi untuk dirontgen. Tapi kok rasanya kurang yakin dengan diagnosis tersebut ya, saya masih ingin kroscek ke dokter orthpedi. Titik.
Seminggu kemudian, ketika obat dari dokter tadi sudah habis, nyeri di punggung tak kunjung hilang, dan akhirnya alamat dr.Sunaryo (spesialis orthopedi) pun telah saya dapatkan, berangkatlah saya dengan hati riang dan was-was. Riang karena "akhirnya ketemu juga ini dokter", sekaligus was-was jika kecurigaan saya selama ini benar. Ungkapan segala sesuatu harus diserahkan pada ahlinya memang benar. Kunjungan pertama, saya diperiksa hanya dengan disuruh berbaring, angkat kaki, putar-putar badan (pokoknya begitulah), simpel sekali. Setelah itu saya langsung diberi surat pengantar untuk rontgen. Keesokan harinya saya datang dengan hasil rontgen di tangan. Sudah saya lihat sebenarnya, dan tidak indah, semakin menguatkan dugaan, dan benar saja, ketika dokter melihatnya, taraaaa... skoliosis. Awalnya beliau hanya mengira baru sepuluh derajat, tapi setelah diukur ternyata sudah lima belas. Hm... Meskipun tidak terlalu parah, tapi tetap saja mengganggu. Sakit punggung? Ya gara-gara skoliosis itu. Syok rasanya, meskipun ini sudah saya duga sejak lama, tapi tetap saja ini menjadi kejutan saat dipastikan, apalagi melihat hasil rontgent yang..... ah sudahlah. Kunjungan ketiga saya tiga minggu setelahnya tidak begitu banyak berarti, hanya konsultasi ringan saja, mengenai perkembangan terapi (yang memang belum sempat saya lakukan) serta saran untuk menggunakan brace. Mungkin suatu saat nanti ketika saya sudah siap dengan uangnya, haha, brace itu cukup mahal saudara-saudara, dan jujur saja itu masih belum menjadi prioritas utama saya. Pun dengan korset untuk skolioser, kata dokter itu tak membantu untuk mengoreksi, ditambah saya adalah orang yang mudah bosan menggunakan sesuatu, walaupun itu penting. Nyeri punggung? Sudah tak usah dipermasalahkan, selama tulang-tulang ini belum dikoreksi, nyeri itu akan tetap ada.
Sejak saat itu saya makin suka melihat punggung orang yang normal, cantik sekali. Mereka harusnya bersyukur karena tak setiap orang memiliki punggung yang indah seperti itu. Ingin rasanya memiliki punggung seperti itu, tanpa perasaan berbeda, tanpa ketidaknyaman bercermin dan berpakaian, tanpa rasa sakit, dan tanpa kekhawatiran berlebih. Akan tetapi banyak yang masih beranggapan bahwa kelainan pada tulang belakang seperti skoliosis ini terjadi akibat kesalahan kita dalam beraktivitas, misalnya salah posisi duduk, terlalu sering membawa barang berat dan bertumpu hanya pada satu sisi saja. tidak sepenuhnya salah memang, tapi kenyataannya banyak kasus skoliosis terjadi karena bawaan lahir, seperi saya ini, hehe. Jadi ketika mendengar ada orang yang 'normal' yang bangga karena merasa selalu menjaga posisi tubuhnya sehingga dia tidak mengalami skoliosis, agak bete juga sih. Kami para skolioser juga tidak ada yang menginginkan bentuk tubuh seperti ini, bahkan jika kami melakukan semua posisi dengan sempurna pun kami tidak mungkin bisa menolak kenyataan ini, karena kami memang terlahir seperti ini.
Terlahir berbeda bukanlah sesuatu yang bisa kita pilih, bukan pula atas kehendak manusia manapun. Berbeda, mungkin salah satu cara Tuhan menunjukkan kasih sayangnya, membuat kita sadar betapa berharganya kehidupan dan diri kita.Menyadari bahwa kita berbeda, mungkin bukan hal yang mudah bagi sebagian kita, awalnya selalu menyakitkan, tapi apa guna berkeluh kesah, memang itu adanya. Memiliki perbedaan bukanlah kemalangan. Lihatlah disana, orang-orang yang berbeda berdiri dengan hati yang tegak menatap dunia. Mereka hidup dan berbahagia. Mereka, yang kadang kita anggap lebih malang daripada kita. Apa sulitnya sehari-dua hari, setahun-dua tahun belajar membiasakan diri? toh kita masih bisa berdiri dan menghirup oksigen dengan bebas, kaki-kaki yang menopang pun masih bisa merasakan tekstur tanah yang basah. Menangis, menangislah dalam diam, toh tak ada larangan bagi kita. tapi di luar, bergembiralah! bergembira dengan sesama, beri tahu dunia betapa beruntungnya mereka. bergembiralah dengan mereka yang berbeda, para pejuang tangguh yang selalu bisa mewarnai dunia dengan senyuman.Skoliosis mengubah hidup saya. Ada kalanya saya merasa tidak cantik dengan bentuk ini, ada kalanya saya merasa bingung dengan gaya hidup yang harus saya jalani saat ini, ada kalanya saya meuat rasa lelah seperti ini. Tapi semua ini juga membuat saya lebih besyukur, bersyukur masih bisa berdiri dengan kaki ini, bersyukur karena masih banyak hal yang saya punya yang belum tentu orang lain miliki. Ini mungkin hanya ujian kecil, karena Tuhan pasti telah memberi kita bentuk paling sempurna, karena Dia mencintai kita.