Rabu, 29 Oktober 2014

Rokok, bukan sekedar 'hanya'

Beberapa hari ini media sosial ramai dengan pemberitaan mengenai nyentriknya salah satu menteri yang baru saja dipilih. Pasalnya, ibu menteri tersebut tampak dengan santainya merokok sambil meladeni para awak media yang mewawancarainya tepat setelah pengumuman pengangkatannya, ditambah lagi fakta tentang tato yang menghiasi kulit sang ibu menteri, dan tak ketinggalan riwayat pendidikan dan pernikahan beliau. Banyak yang kontra melihat fakta-fakta tersebut, namun tak sedikit pula yang pro, dengan alasan yang penting kerjanya, yang penting gak korupsi, karena beliau pengusaha sukses, itu hak pribadi, serta alasan lainnya yang, sudahlah, orang-orang di negeri ini sudah sangat pintar membuat pembenaran yang belum tentu benar. Disini saya tidak akan membicarakan semua hal tersebut, karena fokus saya dari awal memang tentang rokoknya.
Lalu termasuk golongan manakah saya? Tentu saya termasuk yang kontra. Rokok adalah musuh saya sejak lama, terlepas dari siapapun yang menghisapnya. Saya sama sekali tidak membenci ibu menteri, hanya saja sebagai warga negara kita juga punya kewajiban untuk mengingatkan para pejabat pemerintahan jika memang ada yang salah, bukan? Penghinaan dan cacian memang jelas tidak boleh, tapi mengingatkan dan mengritik, selama masih dalam koridor yang benar dan dengan cara yang baik saya rasa sah-sah saja, toh ini demi kebaikan beliau dan semua pihak kedepannya juga. Apalagi beliau sekarang sudah menjadi pejabat pemerintahan, menjadi publik figur yang harusnya bisa dijadikan panutan yang benar bagi rakyat, bukan sebaliknya. Bagi yang masih menganggap hal tersebut adalah kebebasan pribadi, tolong sekali lagi catat bahwa beliau adalah seorang menteri, bukan rakyat biasa, dan itu dilakukan di hadapan wartawan pula. Menjaga etika dan moral dengan lebih hati-hati adalah tanggung jawab dan resiko yang harusnya sudah dipikirkan sebelum mengemban amanat tersebut. Dalam hal ini, jangan samakan beliau dengan kita orang biasa. Bahkan sebagai orang biasa pun kita tidak memiliki hak untuk mengganggu hak dan hidup orang lain (baca: merokok di hadapan orang lain).
Hadeuh, suka kebawa emosi kalo udah ngomongin rokok.
Bicara mengenai rokok, saya sebenarnya sudah malas menanggapi berbagai macam pembenaran dari mereka. Bisa dibilang bahwa mengingatkan mereka pada akhirnya hanya akan menimbulkan debat kusir,  melelahkan dan tidak ada ujungnya. Walaupun ada juga yang sadar, tapi tetap saja tak bisa berhenti. Tapi ini adalah topik yang tidak boleh diremehkan dan saya rasa saya tidak bisa berhenti bicara mengenai rokok dan bahayanya.
Rokok, tampaknya begitu almighty, sampai-sampai orang yang sudah mengenalnya sulit terlepas dari jeratannya. Bukan hanya itu, bahkan pemikiran para pecandunya pun begitu mudah teracuni hingga melupakan sekeliling. Mereka mungkin merasa paling sehat, paling berkuasa, paling keren saat merokok. Sombongnya. Iya, sombong. Coba lihat, mana ada orang merokok sambil menunduk? Semua menengadahlan kepalanya ke atas dan burrrr, asap tak menyenangkan itu pun menyebar dengan bebasnya, bukan pada sang perokok, tapi pada orang-orang di sekitarnya. Apakah mereka peduli? Sati dua mungkin ada, tapi sebagian besar tidak.
Merokok memang hak. Uang uang Anda, badan badan Anda. Tapi setidaknya tolong lakukanlah saat sendiri tanpa mencemari kami. Tidak ada tempat yang lebih baik dalam merokok. Merokok di rumah maka Anda akan mencemari keluarga yang disayangi. Merokok di luar atau bahkan seenaknya di tempat umum maka Anda mendzalimi orang-orang yang bahkan mungkin tidak Anda kenal sama sekali. Apa salah mereka? Apa salah kami?
Jika memang para perokok itu merasa kaya, merasa sangat sehat, merasa banyak diuntungkan dengan adanya pabrik rokok, maka saya akan bertanya pada mereka, senangkah kalian mencium asap rokok kalian sendiri? Maukah kalian mengganti setiap pakaian kami yang bau asap kalian? Maukah kalian mengganti semua biaya, waktu dan kecemasan kami akibat penyakit yang kalian timbulkan? Apa kalian bersedia mencoba menggantikan posisi kami? Dilema, kesal, pengap, kebauan, bahkan menjadi penyakitan. Berani kalian mencobanya?
Bahkan sebagian mereka para perokok itu jika kami ingatkan agar tidak merokok di tempat umum malah balik memarahi dan menyuruh kami untuk pergi saja jika merasa terganggu. Itu tempat umum, bahkan angkutan umum, kami juga punya hak, kami juga bayar! Kenapa hanya kami yang jaris mengalah? Padahal jumlah kami lebih banyak, dan diantara kami ada anak-anak yamg masih rapuh dan denhan mudah mencontoh perilaku orang dewasa.
Penyakit, kelainan, apapun itu, siapapun yang mengidapnya, semua memang takdir, tapi sebagian besar adalah takdir yang bisa diusahakan. Kita tidak bisa menyalahkan takdir, tapi tentunya kita juga harus berusaha melindungi diri kita, kan? Rokok mungkin bukan satu-satunya penyebab penyakit, kelainan, bahkan kematian, tapi memblokir salah satu jalan datangnya semua itu sama sekali tidak ada ruginya, kan? Bukan hanya penyakit fisik, tapi rokok juga dapat menyebabkan penyakit hati. Bayangkan berapa banyak orang yang menahan kesal karena ada yang merokok seenaknya, dan celakanya para perokok tidak pernah sadar hal itu, selalu kami yang tidak merokok yang harus merasa tidak enak bahkan untuk sekedar mengingatkan, hanya karena apa yang mereka sebut 'privasi'. Mereka mungkin lupa bahwa kami juga punya privasi, yang sudah mereka ganggu. Stres, dilema, emosi. Bukankah semua itu akibat buruk yang kami rasakan? Akibatnya bagi perokok aktif? Saya rasa semua perokok sudah tahu, tapi toh mereka tetap tak peduli juga, kan? Tidak masalah, itu pilihan mereka. Kami tak akan peduli. Iya, kami lupa bahwa pada dirinya sendiri pun mereka tak peduli, bagaimana pada orang lain? Pada kami?
Kembali lagi ke ibu menteri, meskipun menurut saya yang awam ini latar belakang dan attitudenya kurang meyakinkan tapi faktanya beliau sudah terpilih. Sekarang kita hanya bisa berharap beliau tidak akan melakukan tindakan serupa lagi, baik di depan atau di belakang wartawan, dan semoga beliau dapat membuktikan kinerjanya, seperti yang dielu-elukan oleh pendukungnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar